Kamis, 31 Maret 2011

HUKUM AGRARIA


PENGERTIAN HUKUM AGRARIA

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, susunan W.J.S. Purwodarminta, disebutkan bahwa kata agraria itu (E), berasal dari Eropa, dan berarti urusan tanah pertanian (perkebunan).
Sebagai kata sifat, agraris dipergunakan untuk membedakan corak kehidupan (ekonomi) masyarakat pertanian di pedesaan dari masyarakat non-agraris (perdagangan dan industri perkotaan).
Hukum agraria disamakan dengan hukum tanah. Arti agraria dalam UUPA, karena diatur bukan saja berkaitan dengan tanah (yang merupakan lapisan permukaan bumi), tetapi juga berkaitan dengan tubuh bumi itu, dengan air dan dengan ruang angkasa termasuk kekayaan di dalamnya. Menurut UUPA yang dimaksud dengan hukum agraria adalah jauh lebih luas dari pada hukum (per)tanah(an), yang meliputi hukum perairan, keruang angkasaan, pertambangan, perikanan, dan sebagainya.

Hak-Hak Atas Tanah Yang Terpenting Menurut UUPA

A.  Hak Milik

   1.   Pengertian Hak Milik
        Hak milik atas tanah dalam pengertian sekarang, sebagaimana tercantum dalam pasal 20 ayai 1 UUPA, adalah sebagai.
”Hak milik adalah tanah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6.”
Menurut pasal 6 dari UUPA semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Hak milik merupakan hak yang paling kuat dan paling penuh diantara semua hak-hak atas tanah lainnya.

   2.   Terjadinya Hak Milik
         Menurut pasal 22 maka hak milik terjadi:
         a.   menurut hukum adat
         b.   Karena penetapan Pemerintah
         c.   karena undang-undang

   3.   Ciri-ciri Hak Milik
         Hak Milik mempunyai ciri-ciri tertentu, sebagai berikut:
         a.   Merupakan hak atas tanah yang kuat
         b.   Merupakan hak turun-temurun dan dapat beralih
         c.   Dapat menjadi hak induk, tetapi tidak dapat berinduk pada hak-hak atas tanah lainnya
         d.   Dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hipotik atau Credietverband
         e.   Dapat dialihkan yaitu dijual, ditukar dengan benda lain dihibahkan dan diberikan dengan wasiat
         f.    Dapat dilepaskan oleh yang punya
         g.   Dapat diwakafkan
         h.   Si pemilik mempunyai hak untuk menuntut kembali di tangan  siapapun benda itu berada

   4.   Yang Dapat Mempunyai Hak Milik
         Yang dapat mempunyai hak milik menurut pasal 21 UUPA, yaitu :
         a.   Warga Negara Indonesia
         b.   Badan-badan Hukum tertentu
         c.   Badan-badan hukum yang bergerak dalam lapangan sosial dan keagamaan sepanjang tanahnya dipergunakan untuk itu.

   5.   Hapusnya Hak Milik Menrut Pasal 27 UUPA
         Hak milik hapus karena :
         a.   Tanahnya jatuh kepada negara, karena :
               a.   pencabutan hak
               b.   penyerahan sukarela oleh pemiliknya
               c.   ditelantarkan
               d.   berdasarkan ketentuan pasal 21 ayat (3) dan pasal 26 ayat (2) UUPA
                        b.         Tanahnya musnah

HUKUM PERIKATAN DAN PERJANJIAN


1. PENGERTIAN PERIKATAN

Perikatan ialah, suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu. Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak berpiutang atau ”kreditur”, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang atau ”debitur”. Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut dinamakan ”prestasi”, yang menurut undang-undang dapat berupa :
1.      menyerahkan suatu barang
2.      melakukan suatu perbuatan
3.      tidak melakukan suatu perbuatan

2. MACAM-MACAM PERIKATAN

   a. Perikatan Bersyarat

   Adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian dikemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak tejadi. Suatu perjanjian yang demikian itu, menggantungkan adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang menunda atau mempertangguhkan (opschortende voorwaarde).

b. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu (tijdsbepaling)
c. Perikatan yang membolehkan memilih
d.Perikatan tanggung menanggung
e. Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
f.  Perikatan dengan penetapan hukuman

3. SYARAT-SYARAT UNTUK SAHNYA PERJANJIAN

1.Sepakat mereka yang mengikat dirinya
2.Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3.Suatu hal tertentu
4.Suatu sebab yang halal

Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau objeknya dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.

4. PEMBATALAN SUATU PERJANJIAN

Dalam syarat untuk sahnya suatu perjanjian telah diterangkan bahwa, apabila suatu syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya adalah batal demi hukum (null and void).
Apabila, pada waktu pembuatan perjanjian, ada kekurangan mengenai syarat yang subjektif, maka sebagaimana sudah kita lihat, perjanjian itu bkannya batal demi hukum, tetapi dapat dimintakan pembatalannya oleh salah satu pihak.
Tentang perjanjian yang tidak mengandung sesuatu hal yang tertentu dapat dikatakan bahwa perjanjian yang demikian itu tidak dapat dilaksanakan karena tidak terang apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihak. Tentang perjanjian yang isinya tidak halal, teranglah bahwa perjanjian tersebut tidak boleh dilaksanakan karena melanggar hukum atau kesusilaan.

5. SAAT DAN LAHIRNYA PERJANJIAN

Suatu perjanjian dilahirkan pada detik tercapainya sepakat atau persetujuan antara kedua belah pihak mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi objek perjanjian. Apa ya ng dikehendaki oleh pihak yang satu adalah juga yang dikehendaki oleh pihak yang lainnya, meskipun tidak sejurusan tetapi secara timbal balik kedua kehendak itu saling bertemu satu sama lain.

Sumber: Buku Paket Gunadarma

Hukum dan Peradian Nasional


Pengertian Hukum

a.       Menurut Hugo Gratius
Hukum adalah aturan moral yang mewajibkan setiap seseorang berbuat sesuatu karena menurut kodratnya harus melakukan yg benar.

b.      Menurut M.H Tirtaamadjaja, S.H.
   Hukum adalah semua aturan (norma) yang harus dituruti dalam tingkah laku dan tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman walaupun mengganti kerugian.

Hukum memiliki unsur-unsur sebagai berikut :
a.       Merupakan peraturan tingkah laku manusia.
b.      Dibuat oleh badan-badan resmi atau yang berwajib.
c.       Bersifat mengikat dan memaksa.
d.      Sanksi terhadap pelanggaran hukum sangat tegas dan nyata.

Penggolongan Hukum

a.       Penggolongan hukum menurut bentuknya, dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.      Hukum tertulis, yaitu hukum yang dapat ditemukan dalam bentuk tertulis yang terdapat dalam berbagai peraturan, yaitu UUD atau undang-undang.
2.      Hukum tidak tertulis, yaitu hukum yang hidup dalam keyakinan masyarakat tertentu (hukum adat) dan dalam kehidupan ketatanegaraan (konvensi)
  
b.      Penggolongan hukum menurut sumber hukumnya, dibedakan menjadi :
1.      Hukum undang-undang
2.      Hukum kebiasaan
3.      Hukum yurisprudensi
4.      Hukum traktat
5.      Hukum doktrin

c.       Penggolongan hukum berdasar ruang atau tempat berlakunya, dibedakan menjadi tiga yaitu :
1.   Hukum lokal
2.   Hukum nasional
3.   Hukum internasional

d.      Penggolongan hukum berdasarkan pribadi yang mengaturnya :
1.   Hukum satu golongan
2.   Hukum semua golongan
3.   Hukum antargolongan

e.       Penggolongan hukum berdasarkan isi atau masalah yang diaturnya, dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.   Hukum privat, yaitu hukum yang mengatur tentang kepentingan orang perorangan dan bersifat pribadi, dsebut juga hukum perdata
2.   Hukum publik, yaitu himpunan hukum yang mengatur hubungan antara waga negara dengan negara yang menyangkut kepentingan umum.
  
   f.    Penggolongan hukum berdasarkan waktu berlakunya, dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.   Hukum positif (ius constitutum)
2.   Hukum yang dicita-citakan (ius constitueudum)
3.   Hukum antarwaktu

   g.   Penggolongan hukum berdasarkan fungsinya, dibedakan menjadi dua, yaitu :
         1.   Hukum material, yaitu himpunan hukum yang berisikan perintah dan larangan (contohnya KUHP).
         2.   Hukum formal, yaitu himpunan hukum yang berisikan tata cara mempertahankan hukum material (contohnya: Kitab Hukum Acara Pidana).

   h.   Penggolongan hukum berdasarkan wujudnya, dibedakan menjadi dua yaitu :
         1.   Hukum objektif, yaitu himpunan hukum dalam suatu negara yang berlaku untuk umum.
         2.   Hukum subjektif, yaitu himpunan hukum dalam suatu negara yang berlaku terhadap oranng tertentu sebagai akibat hukum objektif.

Pengertian Lembaga Peradilan Nasional
         Lembaga peradilan nasional adalah suatu lembaga peradilan yang mengadili suatu perkara pengadilan dengan menggunakan undang-undang nasional sebagai dasar hukumnya.

Peranan Lembaga-Lembaga Peradilan
         Peradilan negeri dan engadilan tinggi berwenang untuk mengadili perkara yang berkaitan dengan sengketa perdata dan tindak pidana. Peradilan agama, berwenang mengadili perkara yang berkaitan dengan masalah perdata, seperti perceraian, perkawinan, dan sebagainya.
   1.   Perangkat Lembaga Peradilan
         a.   Jaksa Penuntut
         b.   Panitera
         c.   Hakim
         d.   Penasihat hukum

Sumber: Buku Kewarganegaraan Untuk SMA/MA kelas X-Drs. Syamsu, dkk.