Kamis, 31 Maret 2011

HUKUM PERIKATAN DAN PERJANJIAN


1. PENGERTIAN PERIKATAN

Perikatan ialah, suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu. Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak berpiutang atau ”kreditur”, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang atau ”debitur”. Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut dinamakan ”prestasi”, yang menurut undang-undang dapat berupa :
1.      menyerahkan suatu barang
2.      melakukan suatu perbuatan
3.      tidak melakukan suatu perbuatan

2. MACAM-MACAM PERIKATAN

   a. Perikatan Bersyarat

   Adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian dikemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak tejadi. Suatu perjanjian yang demikian itu, menggantungkan adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang menunda atau mempertangguhkan (opschortende voorwaarde).

b. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu (tijdsbepaling)
c. Perikatan yang membolehkan memilih
d.Perikatan tanggung menanggung
e. Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
f.  Perikatan dengan penetapan hukuman

3. SYARAT-SYARAT UNTUK SAHNYA PERJANJIAN

1.Sepakat mereka yang mengikat dirinya
2.Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3.Suatu hal tertentu
4.Suatu sebab yang halal

Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau objeknya dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.

4. PEMBATALAN SUATU PERJANJIAN

Dalam syarat untuk sahnya suatu perjanjian telah diterangkan bahwa, apabila suatu syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya adalah batal demi hukum (null and void).
Apabila, pada waktu pembuatan perjanjian, ada kekurangan mengenai syarat yang subjektif, maka sebagaimana sudah kita lihat, perjanjian itu bkannya batal demi hukum, tetapi dapat dimintakan pembatalannya oleh salah satu pihak.
Tentang perjanjian yang tidak mengandung sesuatu hal yang tertentu dapat dikatakan bahwa perjanjian yang demikian itu tidak dapat dilaksanakan karena tidak terang apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihak. Tentang perjanjian yang isinya tidak halal, teranglah bahwa perjanjian tersebut tidak boleh dilaksanakan karena melanggar hukum atau kesusilaan.

5. SAAT DAN LAHIRNYA PERJANJIAN

Suatu perjanjian dilahirkan pada detik tercapainya sepakat atau persetujuan antara kedua belah pihak mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi objek perjanjian. Apa ya ng dikehendaki oleh pihak yang satu adalah juga yang dikehendaki oleh pihak yang lainnya, meskipun tidak sejurusan tetapi secara timbal balik kedua kehendak itu saling bertemu satu sama lain.

Sumber: Buku Paket Gunadarma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar