Selasa, 10 Januari 2012

PEREMPUAN DALAM PANDANGAN ISLAM

Tugas Individu Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Rizka Setiarini
23209670
Akuntansi
 
BAB   1
PENDAHULUAN


1. 1        Latar Belakang Masalah
        Dewasa ini, di dunia Timur timbul semacam gerakan-gerakan yang menyuarakan hak-hak wanita dan menuntut perasaan penuh dengan pria. Di tengah-tengah hangatnya gerakan ini bermunculan tokoh-tokoh, laki-laki maupun wanita, berbicara tentang Islam dengan pandangan-pandangan buta. Sebagian dari mereka ada yang menyatakan secara asal, bahwa Islam benar-benar mempersamakan wanita dengan pria dalam segala hal. Dan ada lagi sebagian lain yang memandang rendah wanita dalam segala hal dan sedikitpun tidak melebihi laki-laki.
        Selain itu, mengenai wanita dan hijab (jilbab). Jilbab adalah salah satu isyu ke-Islaman yang paling banyak dipermasalahkan belakangan ini, sehingga menimbulkan polemik antara yang pro dan kontra. Yang kontra menyatakan bahwa perintah pemakaian jilbab bagi wanita sudah tidak lagi berlaku di zaman modern ini. Atau, dengan berusaha mendasarkannya pada doktrin Islam, bahkan mereka mengatakannya sebagai bukan dari ajaran Islam.
        Kemudian, saat ini wanita semakin berantusias untuk berkarier bahkan merasa riskan dan tersiksa bila hanya berdiam dirumah, mengurus anak dan suami. Muslimah pun banyak yang telah diwarnai oleh pemikiran demikian. Tuntutan hidup dan masalah ekonomi sering menjadi alasan.
             
1. 2        Rumusan Masalah
        Berdasarkan latar belakang di atas, bagaimanakah sesungguhnya hal-hal yang telah terurai diatas dalam pandangan Islam yang sesungguhnya. Dalam tulisan kali ini akan dibahas walaupun tidak secara erperinci. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut :

1. Hakikat Asal Kejadian Wanita.
2. Wanita dan Hijabnya.
3. Hak Wanita dan Batas Kebebasannya.

1. 3            Tujuan Penulisan
         Tujuan penulisan ilmiah ini adalah menyelesaikan tugas individu mata kuliah Bahasa Indonesia.
1. 4            Metode Penulisan
      Metode yang digunakan dalam menyelesaikan penulisan ilmiah ini adalah metode studi pusaka dengan membaca buku dan mencari data dari internet yang berhubungan dengan Wanita dalam pandangan Islam.
1. 5            Sistematika Penulisan
        Sistematika penulisan ilmiah ini dimulai dari mencari masalah yang akan dibahas, selanjutnya saya membuat rumusan masalah, lalu saya menyusun bab I yang terdiri dari : pendahuluan, latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika. Setelah itu saya menyusun bab II yang teriri dari isi, hakikat asal kejadian wanita, wanita dan hijabnya, hak wanita dan batas kebebasannya.
 
BAB 2
Isi

2.1 Hakikat Asal Kejadian Wanita
Sebagai suatu sistem ajaran yang suci, Islam memandang wanita sebagai makhluk manusiawi dan memiliki roh yang sama dengan kaum lelaki. Seperti yang ada dalam surat Annisa ayat 1 :
Hai sekalian manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan daripadanya Allah menciptakan pasangannya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Nyata sekali bahwa wanita dan laki-laki memiliki kesatuan asal, kediaman dan tempat kembali. Mereka semua memiliki hak yang sama untuk hidup dan kehormatan serta seluruh hak yang bertautan dengan hak hidup.
Oleh karena itu darah, harta dan kehormatan wanita harus dihormati, tidak boleh diperdaya dan dihinakan, tidak boleh diganggu-ganggu karena sebagai wanita. Itulah hak-hak yang sama-sama dimiliki oleh wanita dan laki-laki. Seperti yang ada dalam ketentuan hukum Islam berikut ini :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum memperolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang memperolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok)  wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka. Janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan jangan pula kamu memberi gelar-gelar yang jelek. (Al-Hujarat, 49 : 11)
Laki-laki dan wanita memiliki hak yang sama untuk mewujudkan kebutuhan lahiriyahnya di muka bumi, seperti hak milik dan mempergunakannya menurut kehendak mereka, mempersewakannya, memperjualbelikannya dan lain sebagainya.
Barangkali kita tidak setuju pada pandangan kehidupan manusia yang sempit itu dan pemerosotannya pada eksistensi ekonomi belaka. Namun pada dasarnya kita setuju dengan pandangan bahwa kebebasan ekonomi mempunyai pengaruh pada pertumbuhan perasaan dan kesadaran manusia. Dalam hal ini islam memiliki kedudukan istimewa karena memberikan kepada wanita kehidupan ekonomi yang bebas, memberinya hak memiliki harta, mempergunakan dan memanfaatkannyaoleh dirinya sendiri tanpa melalui perantara. Tidak saja persoalan hak milik, bahkan dlam masalah-masalah kehidupannya yang lain seperti perkawinan, wanitapun mempunyai kebbasan. Wanita tidak dapat dikawinkan tanpa persetujuannya, bahkan akad perkawinan menjadi batal bila ia menyatakan ketidak-setujuannya.
Islam datang ke dunia mengembalikan kehormatan, harga diri, dan hak-hak kaum wanita pada setiap masa hidupnya, mulai dari mas kanak-kanak, remaja, dewasa, tatkala menjadi seorang isteri, hingga masa seorang wanita menjadi nenek. Bahkan Islam mengangkat derajat wanita ke tingkat kemuliaan yang sangat istimewa. Islam menganjurkan agar kaum pria memperlakukan wanita dengan penuh kelembutan dan kasih sayang, sebagaimana sabda Rasulullah saw dalam haji wada’nya,
”Perlakukanlah kaum wanita dengan baik.” (al-Hadits)
Pada era globalisasi ini, seringkali kita mendengar teriakan seorang wanita yang menuntut hak-haknya. Merka yang mendengarnya banyak yang mempercayai ajakan tersebut. Hasilnya, apa yang telah disumbangkan Islam untuk kemuliaan setiap wanita akhirnya terlupakan, dan menganggap Islam sebagai agama yang kurang  memberikan keadilan dan kesamaan.

2.2 Wanita dan Hijab
Menurut Ayatullah Mutahhari, pokok pangkal perkara hijab sebenarnya bukan apakah sebaiknya wanita berhijab dalam pergaulannya dengan masyarakat, melainkan apakah laki-laki bebas mencari kelezatan dan kepuasan dalam memandang wanita.
Menurut Islam, laki-laki hanya dijinkan mencari kelezatan dan kepuasan mamandang dalam batas-batas keluarga dan pernikhan saja, dan dilarang keras mendapatkannya di luar wilayah ini. Tujuan pembatasan ini adalah terciptanya keluarga yang sehat, harmonis dan saling mempercayai, sebagai sendi-sendi terwujudnya masyarakat yang sehat, damai, berkewibawaan dan menjunjung tinggi harkat wanita.
Hijab dalam ajaran, menanamkan suatu tradisi yang universal dan fundamental untuk mencabut akar-akar kemerosotan moral, dengan menutup pintu pergaulan bebas. Sungguh, sangat berbeda dengan Peradaban Barat yang mengutamakan kelezatan dan kesenangan pada masa lajang, dan memandang pernikahan sebagai penjara dan keterikatan.
Hijab, sesuai dengan makna harfiahnya, adalah pemisah, dalam pergaulan antara laki-laki dan wanita. Tanpa adanya pemisah ini, akan sukarlah mengendalikan luapan nafsu syahwat yang merupakan naluri yang sangat kuat dan dominan. Sedang jiwa manusia ini betul betul mudah goyah dan berubah. Sebagai mana manusia tidak pernah puas dengan harta dan kedudukan, demikian juga mereka tidak pernah puas dengan harta dan kedudukan, demikian juga mereka tidak pernah puas dengan kelezatan pemuasan hawa nafsu. Laki-laki tidak pernah puas memandang paras muka yang cantik dan molek. Wanita juga tidak pernah puas memamerkan kecantikannya untuk menarik perhatian laki-laki. Tak heran apanila pergaulan bebas dan propaganda seksual di Barat benyak melahirkan penderita-penderita penyakit jiwa.
Dengan pakaian Islam ini, kaum wanita akan lebih terhormat dan lebih terpandang. Mereka akan terjaga dari gangguan orang-orang usil dan amoral. Tapi, dengan memakai hijab, tidak berarti wanita dilarang dan dibatasi aktivitas-aktivitas sosialnya. Bahkan Islam mewajibkan setiap Muslim, baik pria maupun wanita, untuk menuntut ilmu, dan tidak berpangku tangan serta memencilkan diri di pojok-pojok rumah. Jelaslah, hijab sama sekali bukan penyebab kebobrokan masyarakat. Yang benar adalah sebaliknya, kebobrokan masyarakat berakar dan tumbuh didalam lingkungan pergaulan tanpa hijab.
Seperti yang telah ditegaskan dalam ayat suci Al-Qur’an :
Hai anak Adam, sesunggunya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa, itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. (QS. 7 : 26).
Ayat ini menegaskan bahwa setiap laki-laki dan perempuan wajib menutup auratnya. Ayat lainnya, menyebutkan :
”Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kehormatannya.....” (QS. 24 : 31)
Maksud ungkapan ”dan memelihara kehormatannya” dalam ayat ini, menurut sekelompok ulama, adalah bahwa orang-orang mukmin harus suci dan menghindarkan diri dari segala yang munkar, seprti zina, dan perbuatan jahat yang lain.

2.3 Hak Wanita dan Batas Kebebasannya
Mengenai hak kerja bagi seorang wanita, hak ini dibenarkan oleh Islam sebagaimana mestinya. Islam tidak melarang kaum wanita bekerja diluar rumah pada saat-saat yang sangat membutuhkan pelayanannya, baik untuk kepentingan masyarakat maupun kepentingan dirinya sendirii, seperti pendidikan, perawatan, pengobatan bagi kaum wanita dan sebagainya. Bila seorang wanita tidak punya seorang laki-laki sebagai penanggungjawab penghidupannya, maka tidak ada halangan baginya keluar untuk bekerja karena hendak mempertahankan hidunya.
Semua itu karena ada kepentingan-kepentingan mendesak atau darurat. Dalam keadaan demikian Islam membenarkan wanita bekerja. Namun secara asasi Islam tidak membenarkan hal tersebut seperti yang terlihat di negara-negara Barat dan negara-negara komunis. Ini kebodohan yang tidak diakui Islam, sebab kegiatan wanita diluar rumah akan membuat mereka lepas dari tugas utamanya dalam rumah tangga dan akan lebih banyak menimbulkan masalah-masalah psikologis, sosial dan moral yang buruk.
Barangkali ada orang menganggap bahwa wanita itu bisa saja menjadi seorang ibu dan sekaligus bekerja di luar rumah, dengan menyerahkan anak-anaknya kepada pembantu pada saat-saat bekerja. Ini anggapan ompong dan tidak jeli. Pembantu bisa saja mengurusi anak-anak itu, baik fisik, jiwa ataupun intelek. Namun pembantu ini sama sekali tidak akan dapat memberikan kepada mereka ”kasih sayang”. Kasih sayang ibu pada anak tidak dapat diberikan oleh siapapun saja, kecuali oleh ibu itu sendiri, melalui perhatiannya yang benar-benar terhadap anaknya. Sungguh kehidupan ini tidak terasa hangat dan segar bahkan akan roboh bila tidak tegak diatas kasih sayang.
Namun bila keadaan sangat mendesak sekali, dapatlah anak itu diserahkan untuk diasuh oleh orang lain yang benar-benar mampu memberikan didikan yang baik. Tanpa keadaan demikian, tindakan itu hanyalah kegilaan yang tidak diterima akal sehat.
Islam sangat memperhatikan fitrah kemanusiaan dan tuntutan-tuntutan masyarakat sekaligus. Maka ketika Islam memberikan tugas utama kepada wanita sangat disesuaikan dengan fitrahnya dan seluruh perlengkapan yang ada pada dirinya. Laki-laki dibebani menyediakan kebutuhan-kebutuhan kaum wanita, sehingga hatinya terhindar dari kekhawatiran hidup dan seluruh usaha, kemampuannya lebih banyak ditujukan pada pembinaan generasi manusia yang mulia. Disamping itu pula laki-laki memberikan penghormatan setinggi-tingginya kepada mereka, sebagaimana ”ketika seorang laki-laki bertanya pada Rasulullah SAW :
Siapakah yang paling utam menerima perlakuan baikku?”. Beliau menjawab : ”Ibumu”. Laki-laki itu bertanya lagi : ”kemudian siapa?”. Beliau menjawab : ”kemudian Ibumu”. Ia bertanya lagi : ”kemudian siapa?”. Beliau menjawab : ”kemudian Ibumu”. Ia bertanya pula : ”kemudian siapa?”. Beliau menjawab : ”kemudian ayahmu”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Setelah mengakui persamaan derajat antara laki-laki dan wanita sebagai makhluk manusia, dan persamaan antara keduanya dalam hak-hak yang berhubungan langsung dengan eksistensi manusiawinya ; Namun Islam membedakan antara laki-laki dan wanita dalam sebagian hak dan tgas kewajiban masing-masing. Di sini timbul keributan besar di kalangan wanita-wanita organisasi yang disokong oleh para penulis, para pebaharu masyarakat dan tokoh-tokoh muda yang mengharapkan wajah perbaikan terhadap kehidupan wanita di tengah-tengah masyarakat. Apabila wanita-wanita organisasi serta para penulis, pembaharu dan tokoh mudanya memandang antara laki-laki dan wanita tidak ada perbedaan sedikitpun baik dalam perlengkapan jasmaniah, rasa dan tugas-tugas kehidupan biologisny , maka tak ada sesuatu yang harus diperkatakan kepada mereka. Namun bila mereka mengakui adanya perbedaan antara keduanya, amat bermanfaat sekali diperbincangkan di sini.
Islam menghendaki keseimbangan taraf kehidupan menusia, karena ia tidak membenerkan kemewahan tapi juga tidak membela kemiskinan bahkan datang untuk memeranginya.
 

BAB 3
PENUTUP

    
3.1        Kesimpulan
            Secara psikologis, seorang tidak dibenarkan memperlakukan orang lain sewenag-wenang, demikian pula laki-laki terhadap wanita, yang dapat merusak kehormatannya.
            Dan mengenai keterlenaan umat manusia dalam kehidupan yang serba dikuasai oleh naluri belaka, Islam pun tidak mempunyai sangkut paut. Memang Islam mengakui adanya naluri ini dalam diri manusia, namun ia tidak menghendaki naluri ini menguasai manusia sehingga mereka memandang kehidupan ini dari sudut naluriah kebinatangan. Islam  tidak menginginkan kaum laki-laki dan kaum wanita dalam memenuhi kebutuhan masing-masing terjatuh dalam taraf kehidupan naluriah, melainkan bermaksud membebaskan manusia dari hal-hal negatif yang berlebihan sehingga mereka mampu mendayagunakan kemampuannya untuk meningkatkan kreatifitas sehari-sehari baik di bidang ilmu pengetahuan, seni, agama dan kerja. Tanpa demikian manusia dapat dengan mudah terjerumus dalam dosa ketika tidak mendapatkan jalan keluar yang sah.
            Barangkali masih ada orang yang menganggap bahwa tradisi kita lah yang menyebabkan kaum wanita terbelakang, status, bodoh, sempit wawasan dan hidup bagai hewan. Tentu saja tidak demikian. Sebab tradisi-tradisi lampau kita tidak melarang kita manuntut ilmu, bekerja dan bergaul bersama masyarakat.
            Untuk para muslimah, jadilah wanita yang meniru kepada jalan Allah terhadap saudari-saudari muslimah yang masih ragu menerapkan ajaran Allah dan kepada segenap kaum wanita yang masih terbuai dengan peradaban Barat. Ingatkanlah mereka, bahwa masyarakat Barat adalah masyarakat yang sering mengelabui dan menipu.
        
Daftar Pustaka
Yasin, Maisar. 1997. Wanita Karier dalam Perbincangan. Jakarta. Gema Insani Press.
Shahab, Husein. 1996. Jilbab menurut Al-Qur’an dan As-sunnah. Bandung. Penerbit Mizan.
Quthub, Muhammad. 1986. Citra Wanita dalam Islam. Surabaya. PT. Bungkul Indah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar